28 Mei 2013

Prosedur Transplantasi Jantung

Transplantasi jantung adalah prosedur mengganti jantung yang gagal berfungsi dengan jantung lain dari donor yang memenuhi persyaratan. Prosedur ini dilakukan pada pasien dengan gagal jantung stadium akhir yang diperkirakan mempunyai usia hidup kurang dari satu tahun apabila tidak dilakukan transplantasi dan bukan calon ataupun belum pernah ditangani dengan terapi medis konvensional. Sebagian besar calon pasien yang ditransplantasi tidak dilakukan prosedur bedah lain karena kondisi jantung yang sudah buruk.

Komponen penting dalam tahapan proses transplantasi jantung adalah menentukan calon pasien yang akan ditransplantasi, pemeriksaan, tindak lanjut setelah operasi, dan supresi imun. Pelaksanaan yang tepat dari langkah-langkah tersebut dapat berujung pada hasil yang sangat menggembirakan baik bagi dokter maupun pasien.

Calon pasien untuk transplantasi jantung secara umum adalah pasien dengan gejala NYHA kelas III (moderat) atau kelas IV (berat). Pada pemeriksaan biasanya didapatkan ejeksi fraksi kurang dari 25%. Pada saat pemeriksaan, beberapa penyesuaian dilakukan untuk menstabilkan kondisi jantung.

Terapi tambahan berupa agen oral biasanya diberikan, misalnya obat-obat inotropik. Bantuan mekanik dengan pompa balon intraaortik (IABP) atau perangkat pembantu lain yang diimplan membantu bagi beberapa pasien sebagai terapi tambahan sebelum transplantasi.

Transplantasi jantung dilakukan sekitar 1% per tahun. Semakin baiknya penanganan medis pada pasien gagal jantung telah menurunkan populasi calon pasien yang ditransplantasi. Selain itu, ketersediaan organ juga masih menjadi masalah.

Penyakit yang Membutuhkan Transplantasi Jantung
Penyakit-penyakit yang membutuhkan transplantasi jantung dapat dibagi menjadi beberapa kategori, pembesaran kardiomiopati (54%), iskemik kardiomiopati (45%), serta penyakit jantung kongenital dan penyakit lain yang tidak dapat diterapi dengan bedah.
Patofisiologi kardiomiopati yang membutuhkan transplantasi jantung bergantung pada proses primer penyakit. Iskemik kronik mempercepat kerusakan sel miokard, dengan pembesaran yang progresif dari miosit diikuti kematian sel dan pembentukan jaringan parut. Kondisi dapat diterapi dengan angioplasti atau bypass. Namun, penyakit pembuluh darah kecil berkembang cepat dan menyebabkan kerusakan progresif dari jaringan miokard. Hal ini menghasilkan kehilangan fungsi yang signifikan dan pembesaran jantung yang progresif.
Patofisiologi Jantung Transplan
Patofisiologi jantung transplantasi sangatlah unik. Tidak adanya persyarafan organ membuatnya bergantung pada tingkat intrinsiknya. Sebagai hasil kurangnya input neuronal, beberapa berkembang menjadi hipertrofi ventrikel kiri. Fungsi ventrikel kanan bergantung pada waktu iskemik sebelum reimplantasi dan lama waktu tersedia. Ventrikel kanan mudah rusak dan mulanya akan berfungsinya sebagai penghubung pasif sampai pemulihan terjadi.
Proses penolakan yang terjadi pada allograft mempunyai 2 bentuk primer, seluler dan humoral. Penolakan seluler adalah bentuk klasik dari penolakan organ yang ditandai dengan infiltasi perivaskuler dari limfosit, dengan kerusakan miosit bertahap dan nekrosis apabila dibiarkan tidak tertangani.
Rejeksi humoral lebih sulit didiagnosis. Hal ini berupa respon antibodi diinisiasi oleh beberapa faktor yang tidak diketahui. Deposisi antibodi ke dalam miokard menghasilkan disfungsi kardiak umum. Diagnosis secara umum dibuat sebagai dasar kecurigaan klinis dan ekslusi.
Penyakit arteri koroner adalah proses patologi umum pada semua allograft kardiak ditandai dengan hiperplasia miointimal dari pembuluh darah berukuran sedang dan kecil. Lesi difus dan akan muncul dalam 4 bulan sampai beberapa tahun setelah implantasi. Penyebab masih belum jelas, dipikirkan karena infeksi cytomegalovirus (CMV) dan dampak penolakan kronik. Mekanisme proses ini dipikirkan bergantung pada produksi faktor pertumbuhan pada allograft yang diinisiasi oleh limfosit. Saat ini, tidak ada terapi lain selain reimplantasi ulang.
Indikasi
Indikasi umum dari transplantasi jantung adalah penurunan fungsi jantung dan prognosis hidup yang kurang dari 1 tahun. Indikasi spesifik meliputi pembesaran kardiomiopati, iskemik kardiomiopati, penyakit jantung kongenital yang belum ada terapi konvensional maupun yang gagal dengan terapi konvensional, ejeksi fraksi kurang dari 20%, aritmia jantung malignan yang gagal dengan terapi konvensional, resistensi pembuluh darah pulmonal yang kurang dari 2 unit Wood, umur kurang dari 65 tahun.
Kontraindikasi
Kontraindikasi transplantasi jantung meliputi umur lebih dari 65 tahun (kontraindikasi relatif), resistensi pulmonal lebih dari 4 unit Wood, infeksi sistemik aktif, penyakit sistemik aktif, keganasan aktif, riwayat penyalahgunaan zat, dan instabilitas psikososial.
Hasil
Tingkat harapan hidup setelah transplantasi jantung sekitar 81,8% dengan tingkat harapan hidup dalam 5 tahun sekitar 69,8%. Jumlah pasien yang hidup lebih dari 10 tahun setelah prosedur cukup signifikan. Setelah transplantasi, pasien dewasa dengan penyakit jantung kongenital memiliki tingkat kematian 30 hari yang tinggi tetapi setelah itu tingkat harapan hidupnya yang lebih baik. Status fungsional penerima donor setelah prosedur sangat baik, bergantung pada tingkat motivasi pasien bersangkutan.
Pada pasien dengan kegagalan biventrikuler berat yang menerima perangkat bantuan biventrikular pneumatik sebagai jembatan sebelum transplantasi, tingkat harapan hidupnya 89% dibandingkan 92% pada pasien tanpa perangkat pembantu ventrikel. Hipertensi, diabetes mellitus dan obesitas dihubungkan dengan peningkatan angka kematian postoperatif secara eksponensial. Penerima donor jantung dengan faktor risiko metabolik ini didapatkan peningkatan tingkat kematian 63% dibandingkan dengan yang tanpa faktor risiko ini.
Arnaoutakis et al menemukan bahwa pasien risiko tinggi memiliki tingkat harapan hidup 1 tahun lebih baik pada senter yang melakukan lebih dari 15 prosedur per tahun dibandingkan dengan senter yang lebih sedikit (79% vs 64%). Oleh karena itu, seluruh prosedur transplantasi risiko tinggi dilakukan pada senter yang sudah banyak melakukan prosedur.
Evaluasi Sebelum Prosedur
Evaluasi transplantasi jantung meliputi tes laboratorium, pencitraan, dan tes lain. Tanda perburukan klinis harus dipantau ketat selama periode menunggu organ donor.
Panel hepatitis dapat dilakukan sebagai skrining, menunjukkan bahwa tidak ada antigen aktif. Pasien yang merupakan karier penyakit atau yang memiliki penyakit aktif tidak dipilih untuk menjadi calon transplantasi jantung. Pasien positif hepatitis C masih kontroversial. Studi kohort multisenter menemukan bahwa pasien positif hepatitis C dihubungkan dengan penurunan harapan hidup rata-rata 5,6 tahun setelah transplantasi.
Pasien tidak boleh terinfeksi HIV. Pasien positif HIV adalah kontraindikasi transplantasi. Uji virus lain, meliputi Epstein-Barr Virus (EBV), Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes Simplex Virus (HSV) dilakukan untuk mengetahui apakah ada pajanan lampau dan penyakit yang sedang aktif. Pajanan di waktu lampau mengindikasikan risiko reaktivasi, profilaksis harus diberikan setelah transplantasi. Obati penyakit yang aktif sebelum transplantasi dilakukan. Penerima donor yang hasil tes CMV negatif diberikan immunoglobulin CMV. Lakukan imunisasi pada pasien yang hasil tesnya negatif untuk agen virus lain selama periode evaluasi.
Lakukan test serologis fungal dan tes kulit TBC untuk memberikan perhatian menyeluruh pada pajanan lingkungan. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui pajanan lampau dan memprediksi reaktivasi. Pasien dengan hasil tes kulit TBC positif biasanya diobati sebelum dimasukan ke dalam daftar pasien transplantasi.
Jika hasil tes prostat-spesifik antigen (PSA) positif mulai pemeriksaan dan terapi sebelum menyelesaikan pemeriksaan transplantasi. Hasil tes papanicolau sebaiknya negative sebelum dimasukan ke dalam daftar transplantasi. Jika hasilnya positif, rujuk untuk evaluasi dan terapi sebelum melakukan pemeriksaan untuk transplantasi.
Lakukan pemeriksaan darah lengkap dengan hitung keping darah, protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time(aPTT) dan kimia darah lengkap (termasuk pemeriksaan hati, lipid, dan urinalisis). Hasil tes ini harus normal. Kelainan harus dinilai sebelum dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Skrining dan golongan darah, pemeriksaan panel-reaktif antibody (PRA) dan jenis jaringan digunakan untuk menentukan kecocokan imunologik pasien untuk transplantasi dan kecocokan donor. Biopsi endomiocardial pada calon pasien transplantasi tidak rutin dilakukan. Prosedur dipertimbangkan jika proses sistemik melibatkan jantung dipikirkan penyebab kardiomiopati. Lakukan biopsi pada area yang tepat jika pasien memperlihatkan gejala penyakit sistemik. Biopsi dilakukan untuk menentukan luas dan aktivitas proses penyakit. Proses penyakit sistemik adalah kontraindikasi transplantasi jantung.
Monitoring dan Tindak Lanjut
Setelah transplantasi, biopsi endomiokardial dilakukan untuk menilai rejeksi allograft. Prosedur ini dilakukan setiap minggu dalam bulan pertama, dengan frekuensi menurun terus menerus. Kunjungan follow up dilakukan pada bulan pertama karena pengaturan supresi imun disesuaikan dalam waktu ini. Frekuensi kunjungan perlahan-lahan dikurangi sampai pasien secara umum terlihat seperti keadaan normal. Beberapa senter melakukan prosedur angiografi koroner setiap tahun setelah transplantasi untuk memonitor pasien terhadap pembentukkan penyakit vaskuler dari allograft.
Pendekatan
Prosedur transplantasi jantung dibatasi oleh ketersediaan organ. Patologi pada jantung donor yang sering ditemui meliputi kontusi jantung, penggunaan kokain, patologi jantung atau riwayat sosial. Karena waktu toleransi yang pendek untuk organ jantung (4-6 jam), sehingga waktu pemesanan terbatas.
Donor jantung potensial harus memenuhi syarat mati otak dan bebas dari patologi jantung. Pemeriksaan ekokardiografi masih menjadi mekanisme skrining awal terbaik bagi donor potensial. Ejeksi fraksi normal (lebih dari 50%) dengan struktur katup normal dan fungsi dan ketiadaan hipertrofi ventrikel kiri (yang ditentukan oleh ekokardiografi) adalah indikator jantung yang bagus untuk transplantasi.
Kelainan minimal ada ekokardiografi (seperti regurgitasi trikuspid atau mitral, hipertrofi ventrikel kiri marginal, atau pengurangan ejeksi fraksi adalah indikator organ yang diterima, bergantung pada riwayat donor dan kondisi penerima. Secara praktis apabila penerima dalam kondisi ekstrim, jantung donor yang kurang ideal bisa diterima dengan tujuan untuk menyelamatkan kehidupan pasien. Donor yang memiliki riwayat merokok berat harus diskrining CAD dengan kateterisasi jantung.
Kriteria donor meliputi umur lebih muda dari 65 tahun, fungsi jantung normal, tidak adanya coronary artery disease (CAD). Jika seluruh kriteria ini terpenuhi, donor dan penerima potensial dicocokkan berdasarkan kompatibilitas golongan darah ABO dan ukuran.
Keputusan akhir tergantung pada kecocokan jantung donor dapat dibuat berdasarkan inspeksi ahli bedah berpengalaman. Insisi sternotomi median dilakukan untuk memudahkan inspeksi jantung. Perawatan dilakukan untuk menilai organ kontusi potensial dan fungsi keseluruhan. Jantung dialiri dengan larutan kardioplegia dingin, diambil, dan ditempatkan di larutan elektrolit steril dingin untuk transportasi. Operasi dilakukan dengan melalui bypass kardiopulmoner. Jantung penerima diambil dan jantung donor dimasukan pada tempatnya. Anastomosis atrium kiri dilakukan diikuti atrium kanan dan pembuluh darah besar.
Transplantasi jantung
Saat mempersiapkan graft untuk transplantasi, melihat patensi foramen ovale. Jika lubang foramen ovale ada maka lubang ditutup. Terkadang dilakukan annuloplasti katup trikuspid pada graft donor sebagai pencegah terbentuknya regurgitasi trikuspid pada periode postoperatif. Insiden regurgitasi trikuspid setelah transplantasi jantung dilaporkan 47-98%.
Selama prosedur transplantasi jantung, ventrikel dieksisi, meninggalkan pembuluh darah besar, atrium kanan, dan atrium kiri. Jantung donor kemudian dijahit pada area ini.
Ilustrasi dada penerima donor setelah jantung dihilangkan dengan pasien dilakukan bypass kardiopulmoner
Jahitan jantung donor, anastomosis atrial kiri dilakukan pertama
Operasi selesai, terlihat garis jahitan pada jantung implan

Allograft jantung dijahit baik posisi heterotropik atau ortotopik. Transplantasi jantung heterotropik jarang dilakukan karena beberapa masalah (kompresi pulmoner, kesulitan mendapatkan biopsi endomiokardial, antikoagulasi). Namun transplantasi heterotropik adalah teknik yang bagus untuk pasien dengan hipertensi pulmoner berat.

Transplantasi heterotropik

Transplantasi jantung ortotopik dilakukan baik dengan teknik Shumway-Lower klasik atau sebagai anastomosis bikaval. Saat ini, ada tren melalui anastomosis bikaval daripada anastomosis atrium kanan dalam rangka menurunkan insiden insufisiensi trikuspid postoperatif.
Ilustrasi setelah kardiektomi memperlihatkan anastomosis bikaval
Teknik transplantasi bikaval lengkap

Metode Shumway-Lower lebih sederhana dan menghemat 10-15 menit waktu iskemik. Satu manfaat metode bikaval adalah dengan mencegah atrium kanan besar, pembedah dapat menjaga transpor atrial yang lebih baik. Manfaat lain dari teknik ini adalah laporan yang lebih rendah insiden regurgitasi trikuspid. Setelah prosedur, pasien diberi pada kombinasi agen pressor sambil menunggu jantung donor mendapatkan kembali energinya. Level kalsium pasien dimonitor dan diberikan kalsium klorida karena fungsi jantung sangat bergantung pada ion kalsium. Status asam basa pasien dijaga dan dimonitor hati-hati dan dikoreksi.

Imunosupresi dimulai sesegera mungkin setelah bedah. Beberapa regimen dapat digunakan meliputi terapi induksi sebelum transplantasi dan terapi perawatan setelah operasi sederhana. Pilihan regimen bergantung pada latihan dan pengalaman pusat transplantasi.
Setelah stabil, pasien secara cepat dilepas dari ventilator dan pressor. Lama perawatan di rumah sakit bisa lebih pendek dari 5 hari bergantung pada kondisi penerima sebelum operasi. Pada proses transplantasi, nodus sinoatrial donor dan penerima tetap dijaga intak kedua-duanya. Untuk kira-kira 3 minggu setelah bedah, EKG memperlihatkan 2 gelombang P, namun denyut jantung dan aktivitas elektrik jantung yang baru bergantung pada sistem kelistrikan jantung, bukan pada input neurologi dari penerima.
Komplikasi
Komplikasi setelah transplantasi meliputi perdarahan dari jahitan. Hal ini jarang terjadi tetapi membutuhkan eksplorasi ulang pada masa awal postoperasi. Rejeksi hiperakut dapat terjadi tiba-tiba setelah aliran darah tersimpan pada alograft dan sampai 1 minggu setelah prosedur, diluar imunosupresi terapeutik.
Infeksi adalah perhatian utama pada pasien posttransplantasi. Ukuran preventif sebaiknya dilakukan. Selama awal posttransplantasi, infeksi bakterial adalah perhatian utama. Infeksi fungal dapat muncul jika pasien menderita diabetes atau imunosupresi kurang. Profilaksis untuk Pneumocystis carinii umum diberikan seperti halnya terapi infeksi CMV. Jaga kerentanan terhadap proses infeksi yang jarang seperti ListeriaLegionellaChlamydia, dan infeksi Nocardia. Profilaksis Pneumocystis cariniidiberikan secara universal, sebagai terapi infeksi CMV. Gangguan psikiatrik dari terapi steroid dapat terjadi pada waktu postransplantasi. Gangguan ini dapat diprediksi dari evaluasi psikiatrik sebelum transplantasi dan sebaliknya.
Rejeksi jantung diharapkan dan sebaiknya dideteksi dengan biopsi endomiokardial. Bergantung pada keparahan insiden, proses dapat diterapi dengan terapi steroid sendiri, terapi antibodi poliklonal, atau terapi antibodi monoklonal.
Penyakit vaskular allograft adalah penyebab utama kegagalan graft dan kematian. Hiperplasia miointimal konsentrik progresif membangun arteri koroner, kadang pada awal 3 bulan setelah transplantasi. Penyebab proses masih belum jelas. Namun, infeksi CMV dan episode rejeksi rekuren dipikirkan berhubungan dengan penyebab. Penelitian menunjukkan bahwa cedera iskemi-referfusi awal berpasangan dengan episode rejeksi berulang, akan berkontribusi pada proses.
Terapi satu-satunya yang ada untuk penyakit vaskuler allograft adalah retransplantasi. Penyakit vaskuler allograft dapat diterapi dengan stent pada pembuluh darah yang rusak. Stent lebih efektif dalam terapi vaskulopati allograft kardiak daripada stent logam. Stent mengurangi lesi target revaskularisasi, seperti halnya kematian jantung dan infark miokardial nonfatal. Pada pasien pediatrik, ada 30% peningkatan risiko kehilangan grat dalam 6 bulan saat waktu iskemik lebih dari 3,5 tahun.
Ringkasan Pengobatan
Tujuan farmakoterapi adalah mencegah komplikasi untuk mengurangi kesakitan dan untuk mengurangi rejeksi organ.
Imunosupresi
Imunosupresi dimulai segera setelah bedah. Penerima transplan diberi regimen imunosupresi yang meliputi 1-3 obat. Secara umum obat dibagi 3 kategori: steroid, antimetabolit, dan imunosupresan lain. Beberapa regimen dapat digunakan termasuk terapi induksi pretransplantasi dan terapi maintenance postoperatif sederhana. Pilihan regimen bergantung pada latihan dan pengalaman pusat transplantasi.
Siklosporin
Siklosporin adalah polipeptida siklik yang menekan beberapa imunitas humoral dan reaksi imun dimediasi sel seperti delayed hypersensitivity, rejeksi allograft, encephalomyelitis alergik eksperimental, dan penyakit graft versus host untuk berbagai organ.
Untuk anak-anak dan dewasa, dosis dasar sesuai berat badan. Menjaga level obat dalam pembuluh darah adalah penting untuk menjaga penjagaan allograft. Makanan dapat mengganggu level obat dan waktu pemberian. Pengobatan harus diminum pada waktu yang sama setiap hari.
Neoral adalah bentuk kapsul siklosporin, tersedia dalam kapsul 25 mg dan 100 mg. Sandimun adalah bentuk cair. Gengraf adalah bentuk generik bermerk, tersedia dalam kapsul 25 mg dan 100 mg.
Prednison
Prednison adalah imunosupresan digunakan untuk terapi gangguan autoimun. Obat ini akan mengurangi radang dengan menghambat peningkatan permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas leukosit PMN. Obat ini adalah steroid oral dengan kira-kira 5 kali potensi steroid endogen. Minimal sampai prednison diberikan untuk 21 hari setelah transplantasi jika rejeksi terjadi.
Metilprednisolon
Metilprednisolon adalah imunosupresan yang digunakan untuk mengobati ganggun autoimun. Obat ini akan mengurangi radang dengan menghambat peningkatan permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN. Obat ini adalah bentuk IV prednison.
Takrolimus
Takrolimus menekan imunitas humoral (aktivitas sel T). Obat ini adalah inhibitor calcineurin dengan potensi 2-3 kali siklosporin. Takrolimus dapat digunakan pada dosis rendah daripada siklosporin tetapi memiliki efek samping yang berat seperti disfungsi renal, diabetes, dan pankreatitis. Level disesuaikan menyesuaikan fungsi ginjal, fungsi hepar, dan efek samping.
Mycophenolate mofetil
Mycophenolate mofetil menghambat inosin monofosfat dehydrogenase (IMPDH) dan menekan sistesis purin de novo dengan limfosit, kemudian menghambat proliferasi. Obat ini menghambat produksi antibodi.
Azathioprine
Azathioprine merupakan antagonis metabolisme purin dan menghambat sintesis DNA, RNA, dan protein. Obat ini mengurangi proliferasi sel imun, yang menghasilkan aktivitas autoimun yang lebih rendah. Antimetabolit digunakan untuk memblok ambilan zat vital yang dibutuhkan oleh sel. Sebagai dampaknya, obat ini mempengaruhi tidak hanya sel sistem imun tetapi juga sel lain dalam tubuh. Potensi terapi obat ini tergantung dosis. Obat ini tidak efektif untuk rejeksi episode akut tetapi masih menjadi pilihan ekonomis untuk imunosupresi jangka panjang.
Sirolimus
Sirolimus dikenal juga dengan rapamycin, Obat ini adalah imunosupresan yang menghambat aktivasi sel T dan proliferasi dengan mekanisme yang berbeda dengan seluruh imunsupresi lain. Penghambatan ini menekan prolifeasi sel T sitokin dengan menghambat progresi dari fase G1 ke fase S pada siklus sel.
Agen inotropik
Setelah prosedur dilakukan, pasien dijaga dengan kombinasi agen pressor sambil jantung donor mengumpulkan energi. Setelah stabil, pasien secara cepat dilepaskan dari ventilator dan pressor.
Dopamin
Dopamin adalah katekolamin endogen yang menstimulasi reseptor beta-1 dan alfa-1 adrenergik dan dopaminergik pada ginjal dan pembuluh darah splanknik, menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah splanknik. Dalam dosis menengah (5-15 mikrogram/kg/menit), obat ini bekerja pada reseptor beta adrenergik untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas. Pada dosis tinggi (15-20 mikrogram/kg/menit) obat ini bekerja pada reseptor alfa adrenergik untuk meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan meningkatkan tekanan darah.
Dobutamin
Dobutamin adalah amin simpatomimetik dengan efek lebih kuat pada beta daripada alfa. Obat ini meningkatkan kondisi inotropik. Penguatan vasopressor koroner dan aliran darah serebral selama keadaan aliran rendah dihubungkan dengan hipotensi berat. Dopamin dan dobutamin adalah obat pilihan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dengan dopamine merupakan agen terpilih pada pasien hipotensi. Dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, eksaserbasi iskemi miokard.
Epinefrin
Obat ini memiliki efek agonis alfa meliputi peningkatan resistensi vaskuler perifer, vasodialtasi perifer, hipotensi sitemik, dan permeabilitas vaskuler. Efek agonis beta2 meliputi bronkodilatasi, aktivitas kardiak kronotropik, dan efek inotropik positif.
Norepinefrin
Norepinefrin menstimulasi reseptor beta1 dan alfa adrenergik, meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan denyut jantung, seperti halnya vasokontriksi. Hasil ini dalam tekanan darah sistemik dan meningkatkan aliran darah coroner. Setelah mendapatkan respon, tingkat aliran sebaiknya disesuaikan dan dijaga pada tekanan darah rendah-normal, seperti 80-100 mmHg sistolik, cukup untuk perfusi organ vital.

Sumber :




Tidak ada komentar: